Segera Rampungkan RUU Kesehatan Jiwa


Nova Riyanti Yusuf (GATRAnews/Adi Wijaya)
Jakarta, GATRAnews - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Jiwa harus segera dirampungkan di tengah maraknya pembunuhan disertai mutilasi, yang diduga pelakunya mengalami gangguan jiwa.

"Urgensi RUU Kesehatan Jiwa juga semakin menggaung karena dewasa ini makin sering kita dengar mengenai kasus pembunuhan disertai dengan mutilasi," tegas Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nova Riyanti Yusuf, di Jakarta, Sabtu (23/3).

Noriyu, begitu sapaan Nova Rianti Yusuf yang juga berprofesi sebagai dokter spesialis kejiwaan itu menuturkan, masih hangat dalam pemberitaan adalah kasus mutilasi dengan tersangka A dan korban TAD di Ancol Jakarta serta tersangka B dan korban DSA yang potongan mayatnya dibuang di jalan tol Cikampek, pada awal 2013.

Menurutnya, maraknya kasus pembunuhan disertai mutilasi tersebut menimbulkan pertanyaan, mengapa seorang manusia tega memutilasi sesama manusia, apakah dia melakukannya dengan penuh kesadaran karena ingin menghilangkan barang bukti atau sang pelaku justru mengalami gangguan kejiwaan.

Sayangnya, kasus mutilasi tidak diatur dalam peraturan tersendiri di negeri ini, sehingga aparat penegak hukum selama ini menyamakan kasus mutilasi dengan pengaturan tindak pidana terhadap nyawa pada umumnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 338-340 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun.

Persoalan menjadi menarik ketika sang pelaku ternyata orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), karena Pasal 44 KUHP mengecualikan pelaku dengan pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang tersebut dimasukkan ke rumah sakit jiwa selama paling lama satu tahun.

Selain itu, imbuh dia, Pasal 44 KUHP memasukkan gangguan jiwa sebagai salah satu alasan pemaaf, namun di dalam KUHP tidak terdapat pembatasan mengenai jenis-jenis gangguan jiwa yang dapat dimintai ataupun tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya.

Kemudian, Pasal 44 KUHP juga tidak menyebutkan bagaimana dan siapa yang berhak melakukan pemeriksaan kondisi kejiwaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana yang diduga ODGJ, penanganan pra-peradilan, dan lain-lain. Hal-hal tersebut lah yang ingin diatur oleh RUU tentang Kesehatan Jiwa di dalam bab khusus, yaitu bab Pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk Kepentingan Hukum. (IS)


No comments: