Pengertian
Isolasi Sosial Menarik diri merupakan suatu sikap di mana individu menghidari diri dari interaksi dengan orang lain.individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2007).
Menarik diri juga dapat diartikan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins, 2011).
Merupakan upaya untuk menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karna merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan denga mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2009).
Jadi menarik diri merupakan satu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptive, dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosialnya.
2. Tanda dan gejala Isolasi Sosial
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial.
a. Kurang spontan.
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan ).
c. Ekspresi wajah kurang berseri.
d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatian kebersihan diri.
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
f. Mengisolasi diri.
g. Tidak atau kurang sadar terhadap sekitarnya.
h. Asupan makanan dan minuman terganggu.
i. Retensi urine dan feses.
j. Aktivitas menurun.
k. Kurang energy(tenaga)
l. Rendah diri. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur).
3. Penyebab Menarik Diri
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya perkembangan dan social budaya. Kegagalan dapar mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari- hari terabaikan.
4. Rentang Respons
a. Respon Adaptif
b. Respon Maladaptif
c. Menyendiri
d. Otonomi
e. Bekerja sama
f. Interdependen
g. Merasa sendiri
h. Depedensi
i. Curiga
j. Menarik diri
k. Ketergantungan
l. Manipulasi
m. Curiga
5. Respons yang terjadi pada isolasi sosial.
a.Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah.
Berikut Ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif.
a. Menyendiri, respons yang dibutuhkan untuk ,merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
b.Respons maladaptive
Respons maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat.
Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons maladaptive.
a. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
c. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
d. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
6. Penyebab Isolasi Sosial
a.Faktor Predisposisi
1.Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
2.Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dengan keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
3.Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung tejadinya gangguan dalam berhubungan sosial.hal ini di sebabkan oleh norma-norma yang salah dianut keluarga,dimana setip anggota keluarga produktif seperti usia lajut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4.Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan merupakan salah satu factor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak,serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal .
b.Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh factor internal dan eksternal seseoranng.faktor stressorprespitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
1.Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya,yaitu stress yang ditimbulkan oleh factor sosial budaya seperti keluarga. Contohnya adalah stresor psikologis,yaitu stress terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan indavidu untuk mengatasinya.ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan induvidu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arikunto, 2007. Prosedur Penelitian Pendekatan Proses. Rineka Cipta: Jakarta.
2. Aziz, Louis. 2012. Http. // Aziz Louis. Prenadamedia. Com /2011/ 03/ Praktika Komunikasi Terapeutik. Html, diakses tanggal 12/ 02/ 2012 10: 20
3. Budi Ana Keliath, 1996. Komunikasi Terapeutik Perawat. EGC: Jakarta.
4. Duffy, K. G. & Wong, F. Y. 2000. Community Psychology (2nd ed). Boston: Pearson Education.
5. Herry Zain Pieter, S. Psi., Bethsaida Janiwarti, S. Psi., 2011. Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan . Kencana: Jakarta.
6. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Salemba Medika: Jakarta :.
7. Mukhripah, Damaiyanti, S. Kep., Ns 2011. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.
8. Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta:Jakarta.
9. Notoatmodjo, Soekidjo 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
10. Nursalam, 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
11. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.. PT Rineka Cipta: Jakarta.
12. Nasir, Abdul dan Abdul Muhith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar Dan Teori. Salemba Medika: Jakarta.
13. Nazir, Mohoammad. 2009. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta .
14. Neil, Niven. 2002. Psikologi kesehatan. EGC: Jakarta.
15. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
16. Sumantri, Bambang. 2012. Http: // Sumantri Bambang. Medicastore. Com/ 2012/ 02/ Komunikasi Terapeutik. Html, diakses tanggal 10/ 03/ 2012 15: 51.
17. Suparyanto, 2012. Konsep pengetahuan. Http :// dr. Suparyanto. Blogspot. Com / 2012/ 02/ konsep. Pengetahuan. Html, diakses tanggal 12/ 03/ 2012 16: 46.
18. Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama: Bandung.
9